Seperti kita tahu, minat orang, terutama kaum muda untuk
mendaki gunung dan menapakkan kaki di puncaknya begitu besar. Entah mengapa.
Karena terpukau akan keindahan alamnya? Ingin merasakan sensasi berdiri di atas
awan? Ingin di pandang luar biasa oleh lingkungannya?
Yang pasti, pendakian ke
puncak gunung menjadi seperti panggilan inspirasi yang menggoda.
Fenomena ini seiring dengan semakin menjamurnya aktifitas
mendaki gunung di berbagai belahan Indonesia. Pendakian gunung tidak hanya
dilakukan oleh komunitas pecinta alam, calon - calon anggota tim SAR, anak
Pramuka, atau beragam komunitas penggiat alam bebas lainnya. Akan tetapi,
aktifitas mendaki gunung sudah menjadi tren di sebagian anak muda sebagai
kegiatan rekreatif untuk mengisi waktu luang mereka.
Sekarang coba tanya, apa tujuan mereka melakukan pendakian
gunung?
Hal ini tentu berbeda dengan kegiatan pendakian yang
dilakukan oleh beberapa komunitas yang saya sebutkan di atas. Mereka punya
tujuan jelas. Mereka punya misi.
Namun ketika Anda sampai pada puncak Semeru, misalnya, atau
di Ranu Kumbolo di mana Anda bisa menyaksikan puluhan kelompok orang yang
mendirikan tenda, mungkin hanya beberapa di antaranya saja yang punya tujuan
jelas mendaki puncak Semeru. Selebihnya, tak lebih dari mengisi waktu alias
berlibur. Padahal mendaki gunung bukanlah aktifitas sembarangan yang bisa
dilakukan semua orang sebagaimana ketika Anda pergi ke Ancol atau Kuta Bali.
Tidak adanya tujuan yang jelas selain rekreasi inilah yang
memberikan dampak negativ sangat besar baik pada pendaki sendiri atau pun pada
area gunung yang bersangkutan. Hilangnya nyawa dan pencemaran lingkungan adalah
dampak yang paling kelihatan.
Mendaki gunung adalah aktifitas yang membutuhkan pengetahuan
yang cukup. Manajemen Pendakian dan Survival adalah dua hal yang sangat penting
untuk diketahui para pendaki. Peristiwa hilangnya pendaki seringkali dilatar
belakangi oleh kosongnya pengetahuan tentang menejemen pendakian. Panik,
berselisih, kelaparan, hipotermia, adalah beberapa hal yang kerap terjadi
akibat minimnya pengetahuan ini.
Apa lagi, sikap mental yang cenderung melanggar rambu -
rambu yang sudah diatur oleh pihak pengelola setempat sering terjadi pada para
pendaki karbitan alias mereka yang hanya mau bersenang - senang dan gagah -
gagahan.
Selain itu, yang paling sering terjadi adalah pencemaran
lingkungan dengan tidak adanya rasa tanggungjawab untuk menjaga kebersihan dan
kelestarian lingkungan.
Anda bisa lihat di sepanjang trek menuju puncak Gunung
Arjuno atau pun Semeru; di setiap pos peristirahatan menuju puncak Lawu; dan
juga gunung - gunung lain yang sudah semakin popular untuk didaki, botol air
mineral sampai dengan suplemen, bungkus mie instan sampai dengan permen, tak
akan luput dari pandangan mata.
Tentu hal ini disebabkan tidak adanya rasa tanggung jawab
pada kelestarian lingkungan, dan tidak adanya tujuan jelas untuk melakukan
pendakian.
Sekali lagi, jika Anda mulai tertarik untuk mendaki gunung,
atau bahkan yang sudah beberapa kali mendaki gunung, tanya kembali diri Anda,
apa tujuan Anda mendaki gunung? Kalau pendakian Anda hanya untuk meninggalkan
sampah, Anda tidak perlu mendaki gunung lagi karena kedatangan Anda hanya akan
mencemari gunung yang Anda daki.
Sumber : http://www.belantaraindonesia.org/2014/03/apa-tujuanmu-mendaki-gunung.html
0 komentar :
Posting Komentar